Rabu, 08 Oktober 2014

BENTUK KECURANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Perkembangan bisnis perbankan syariah masih belum bisa berkembang pesat di Indonesia. Hal itu disebabkan karena masih ada persoalan yang menghambat bisnis perbankan syariah tersebut.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana menjelaskan hingga saat ini aset industri perbankan syariah masih memiliki pangsa pasar di bawah 4 persen dibandingkan dengan keseluruhan perbankan nasional. "Sebenarnya ada tiga masalah besar di perbankan syariah. Ini yang menghambat perkembangan bisnis syariah sampai saat ini," kata Achmad saat diskusi "Menguak Krisis Sumber Daya Insani di Perbankan Syariah" di D Consulate Resto Jakarta, Senin (13/8/2012).

Pertama, ketersediaan produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Apalagi, produk bank syariah tidak hanya diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah nonmuslim.

Kedua, tingkat pemahaman (awareness) produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah. "Hanya sekitar 30 persen dari sumber daya yang direkrut mengetahui istilah perbankan syariah serta tingkat awareness-nya," tambahnya.

Selain itu, masalah ketiga industri perbankan syariah adalah sumber daya manusia (SDM). Masalah yang terjadi adalah pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni. "Kami justru banyak mengambil SDM untuk perbankan syariah dari perbankan konvensional dan SDM-SDM yang potensial. Sangat sedikit SDM yang diambil atau lulusan perguruan tinggi syariah," katanya.

Menurut Achmad kecenderungan mengambil SDM dari luar perguruan tinggi syariah karena SDM di perbankan syariah biasanya justru mudah diberikan pengetahuan tentang perbankan syariah.
Dari sisi karir, Achmad juga mengiming-imingi kemudahan untuk bersaing dibandingkan dengan karir di perbankan konvensional. "Rata-rata motivasi mereka bekerja adalah mencari karir dan pendapatan. Secara karir, SDM perbankan syariah tidak kalah dengan perbankan syariah, karena orangnya minim sehingga mudah untuk naik jenjang karir. Beda dengan perbankan konvensional yang sudah jenuh," jelasnya.

Sekadar catatan, Bank Indonesia memproyeksi industri perbankan syariah bisa memiliki pangsa pasar sebesar 15 persen pada 10 tahun mendatang (atau sekitar tahun 2022) apabila bisa mengalami pertumbuhan yang stabil seperti beberapa tahun terakhir.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah yang saat ini menjadi anggota Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan industri perbankan syariah mengalami pertumbuhan dengan rerata 40,5 persen per tahun, dalam setengah dasawarsa terakhir. Pertumbuhan tersebut dua kali lebih cepat dibandingkan dengan perbankan konvensional sehingga pangsa pasarnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun saat ini pangsa pasarnya (berdasarkan aset) masih sekitar 4 persen.

KECURANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Di dalam perkembangan perbankan syariah, terdapat permasalahan dan berbagai tantangan. Berikut ini adalah beberapa kendala yang muncul dalam perkembangan syariah :

  1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. Dapat dimaklumi bahwa pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip perbankan syariah masih kurang. Oleh karena itu, bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah perlu disosialisasikan lebih luas.
  2. Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi bank syariah Adanya perbedaan pelaksanaan operasional antara bank syariah dan bank konvensional, ketentuan-ketentuan perbankan perlu disesuaikan. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas dan Instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral,
  3. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas Kurangynya jumlah bank syariah menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas. Jumlah jaringan kantor bank yang luas akan meningkatkan efisiensi usaha, meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah.
  4. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit. Dikarenakan sistem syariah masih belum lama dikembangkan, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan sangat terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman di bidang syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral masih sangat sedikit. Hal ini sangat perlu karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro ditentuan oleh kualitas menejemen dan tingkat pengetahuaan serta pengawasan ketentuan perbankan syariah.
  5. Kerangka dan perangkat pengaturan perbankan syariah belum lengkap; Guna mendukung kegiatan operasional yang sehat, perbankan syariah membutuhkan kerangka dan perangkat pengaturan yang sesuai dengan karakteristik operasionalnya. Di awal perkembangannya, kegiatan pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan syariah masih menggunakan kerangka pengaturan dan pengawasan sistem perbankan konvensional, walaupun beberapa instrumen pengaturan telah mulai dikembangkan seperti perizinan bagi pendirian bank danpembukaan kantor; instrumen pasar keuangan antar bank.
  6. Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif; Institusi pendukung yang lengkap, efektif, dan efisien berperan penting untuk memastikan stabilitas pengembangan perbankan syariah secara keseluruhan.
  7. Efisiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal; Meskipun secara sistem, perbankan syariah telah menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik, sistem perbankan syariah sementara ini masih memberikan tingkat return yang lebih rendah kepada nasabah dibandingkan dengan yang dapat diberikan oleh perbankan konvensional.
Adapun contoh penyebab atau kemungkinan timbulnya penyimpangan atau kecurangan berdasarkan pendapat Zainulbahar Noor, seperti yang telah disinggung di bab I, tentang penerapan pencatatan acrrul basic yang merangsang dan mengarah kepada terjadinya korupsi disebabkan:

1.      Pempublikasikan neraca dan laba rugi akhir tahun yang bersifat window dressing.
2.    Menggelembungkan angka tingkat angka melalui pelipatgandaan angka pendapatan , laba dengan mengkreditkan pos pendapatan dari pendebetan pendapatan yang akan diterima. Cara ini dilakukan dalam upaya menyakiinkan masyarakat bahwa bank bersangkutan menguntungkan, untuk menarik masyarakat lebih banyak.
3.  Bahkan metode acrrual basic dapat disalah terapkan untuk menyulap bank yang tadinya merugi menjadi bank yang untung. Penerapan metode accrual basis dalam pengakuan pendapatan atas aktiva produktif yang akan mengakibatkan timbulnya perbedaan jumlah pendapatan yang tercantum dalam pelaporan keuangan, dalam hal ini adalah laporan laba rugi dengan pendapatan yang tercantum dalam laporan bagi hasil yang dimaksud dengan pendapatan adalah pendapatan yang benar-benar secara cash yang diterima oleh pihak bank. Sedangkan pendapatan yang tercantum dalam laporan laba rugi mencakup baik pendapatan yang secara cash telah diterima oleh bank maupun pendapatan yang timbul karena adanya proses akrual.

Adapun cara mengantisipasi agar tidak timbulnya kecurangan dalam perbankan syariah adalah 
  1. Dengan penerapan landasan Standard Operating Procedures (SOP) yang lengkap dan kuat teruji. Dalam sistem pengendalian kecurangan yang terjadi dalam perbankan syariah dengan terdapatnya :
a. Audit Internal
b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
c. Independen Bank Indonesia (BI)

2.    Bank-bank syariah harus diwakili oleh orang-orang yang kafah (sempurna) dalam memahami sistem perbankan syariah.
3.    Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam sistem perbankan syariah harus memiliki sifat amanah. Dalam hal karyawan yang terdapat lembaga keuangan syariah pada saat diterima diadakan semacam training (pelatihan) yang sangat ketat untuk menimbulkan konsistensi dalam penerapan ilmu syariah pada perbankan syariah.
4.    Dengan adanya transparansi dari pihak bank yang bersifat mutlak dan harus dilakukan. Dimana transparansi ini harus benar-benar transparan yang diharapkan semakin meningkatnya kepercayaan nasabah pada bank tersebut. Salah satu implementasi transparansi dalam operasional bank syariah adalah pembuatan laporan bagi hasil kepada semua deposan secara rutin setiap bulan. Dalam laporan bagi hasil antara lain dilaporkan berapa jumlah pendapatan yang diterima bank dalam satu bulan, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap beberapa nominal hasil investasi yang akan diterima deposan.
5.    Diadakannya kurikulum baru atau silabus dalam pengajaran ekonomi dan perbankan islam mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga ke tingkat perguruan tinggi. Dengan diadakannya kurikulum atau silabus tentang perbankan syariah dapat meningkatakn mutu dan kualitas serta  pemahaman terhadap sistem perbankan syariah.

Berdasarkan hasil uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1.    Bentuk kecurangan yang terjadi dalam perbankan syariah dapat berupa Staff Wrong Doings, Fraud,Tindakan kriminal dan korupsi.
2.    Adapun cara mengatisipasi agar tidak timbulnya kecurangaan dalam perbankan syariah adalah :

a.    Dengan penerapan landasan Standard Operating Procedures (SOP) yang lengkap dan kuat teruji.
b.    Bank-bank syariah harus diwakili oleh orang-orang yang kafah (sempurna) dalam memahami sistem perbankan syariah.
c.    Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam sistem perbankan syariah harus memiliki sifat amanah.
d.    Dengan adanya transparansi dari pihak bank yang bersifat mutlak dan harus dilakukan.

Sumber :


Pengikut